[MENGKRITISI REKLAMASI TELUK BENOA BALI]

Diskusi Rutin FORKAFMI UGM untuk isu-isu Insidental

       Apabila melihat dan menyimak pernyataan Made Mangku Pastika (Gubernur Bali), bahwa pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa seluas 838 Ha masih harus menunggu kajian final, yang mana sebagian besar diantaranya atau sekitar 438 Ha akan dibangun hutan mangrove. Sementara sekitar 300 Ha dibangun fasilitas umum seperti art centre, gedung pameran kerajinan, gelanggang olahraga, tempat ibadah, sekolah, dan sebagainya, dan hanya sebagian kecil atau sekitar 100 Ha dibangun akomodasi pariwisata yang dikembangkan tetap berdasarkan filosofi tri hita karana[1], kemudian melihat pula pernyataan Pakar Pengelolaan Pesisir dan Laut IPB Profesor Dietriech G. Bengen yang menyatakan bahwa pada intinya Teluk Benoa sudah tidak memenuhi sebagai kawasan konservasi perairan yang salah satunya lantaran sudah berdiri tol atas laut yang menghubungkan Nusa Dua-Ngurah Rai-Tanjung Benoa yang melintasi Teluk Benoa dan kawasan Teluk Benoa juga mengalami sedimentasi sehingga permukaan laut naik belasan sentimeter per tahun. Akibat pendangkalan tersebut, Teluk Benoa susut alias tidak lagi tergenang air dalam dua kali sehari. Jadi sudah tidak memenuhi kriteria sebagai konservasi perairan. Perpres No.51/2014 yang merubah status Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan menjadi kawasan pemanfaatan umum tidak keliru,” proyek ini bisa jalan asal benar-benar ada normalisasi sungai mati yang tertutup sampah dan mengalami pendangkalan, serta merawat mangrove kata Profesor Dietriech G. Bengen[2].

        Selain itu juga mempertimbangkan dari kalangan masyarakat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa dengan memperhatikan dampaknya, yaitu menyebabkan banjir karena Teluk Benoa merupakan muara bagi sungai-sungai di Bali Selatan, menyebabkan hilangnya paru-paru kota (hutan mangrove di sekitar Teluk Benoa menjadi paru-paru kota dan jika ditebang, maka kualitas udara akan menurun), mengorbankan alam karena teluk benoa termasuk wilayah konservasi yang harus dilindungi, mengubah arus air laut sehingga memperparah abrasi pantai lain di sekitarnya, krisis air di mana Bali Selatan sudah kekurangan air bersih hingga 7,5 miliar kubik pertahunnya (penambahan hotel di Bali Selatan membuat warga semakin kekurangan air), adanya ketidakseimbangan pembangunan di Bali (Bali Selatan sudah terlalu penuh dengan pembangunan pariwisata), dan ancaman gagal megaproyek seperti yang sebelumnya yang pernah dicanangkan karena banyak contoh rencana megaproyek di Bali, namun gagal seperti Taman Festival di Padanggalak, Bali Turtle Island Development (BTID) di Serangan, serta Pecatu Graha di Pecatu. “alasan itu diungkapkan warga Jembrana yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Jembrana (GPJ) yang menolak reklamasi Teluk Benoa[3]. Diungkapkan juga oleh masyarakat Bali yang menolak reklamasi, bahwa ketika reklamasi dilakukan maka akan merusak terumbu karang dan mengancam ekosistem mangrove, Serta reklamasi dengan membuat pulau baru akan menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Karena lapisan tanah pulau baru itu lemah akan getaran dan bertentangan dengan prinsip adaptasi bencana. Itulah argumentasi masyarakat bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa.

     Berhubung belum selesainya kajian atau studi kelayakan reklamasi Teluk Benoa Bali, maka tentu belum dapat disimpulkan apakah reklamasi tersebut layak dan berdampak baik bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat atau tidak dalam artian kekahawatiran masyarakat yang menolak akan benar-benar terjadi. Melihat kondisi tersebut diskusi malam ini Selasa 13 Oktober 2015 mufakat berpandangan bahwa terlalu dini dan terburu-buru untuk disikapi mendukung atau menolak proyek reklamasi tersebut. Maka dari itu diskusi malam ini berkesimpulan bahwa yang perlu dilakukan adalah bersama-sama mengawal dan terus mengkritisi kajian dan studi kelayakan yang masih terus dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya dilakukan reklamasi di Teluk Benoa Bali, dan untuk memastikan objektivitas kajian dan studi kelayakan, maka kami dalam diskusi ini merekomendasikan:

“Melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, budayawan, dan perwakilan dari aliansi-aliansi yang dibentuk masyarakat Bali dalam melakukan pengkajian dan studi kelayakan reklamasi Teluk Benoa Bali selain melibatkan perguruan tinggi dan para ahli”

 

 


[1] Lihat http://birohumas.baliprov.go.id/index.php/artikel-detail/53/REKLAMASI-TELUK-BENOA-UNTUK-MASA-DEPAN-BALI/ jam 21.00 WIB tanggal 13 Oktober 2015

[2] Lihat http://kabar24.bisnis.com/read/20150410/15/421622/profesor-ipb-ini-mendukung-reklamasi-teluk-benoa-yang-dilakukan-perusahaan-taipan-tomy-winata jam 20.30 WIB tanggal 13 Oktober 2015

[3] Lihat http://balipost.com/read/lingkungan/2014/08/31/20254/10-alasan-tolak-reklamasi-teluk-benoa.html jam 22.28 WIB tanggal 13 Oktober 2015

Satu pemikiran pada “[MENGKRITISI REKLAMASI TELUK BENOA BALI]

  1. saat ini bukan lagi saatnya diskusi bung! sdh 3 thn kita lakukan semua!
    kini saatnya bergerak unt menolak reklamasi berkedok revitalisasi teluk benoa

    Suka

Tinggalkan Balasan ke dewa putera Batalkan balasan